Yoris Sebastian: Oh My Goodness, Creative Junkies!

SORE di Potato Head, Pacific Place Jakarta. Bukan sekali dua kali saya ketemu Yoris Sebastian, tapi selalu saja ada yang istimewa.

Paling tidak kuadrannya, kalau dalam istilah Robert Kiyosaki, kalau dulu sebagai karyawan, kini ia seorang entrepreneur muda, yang layak diperhitungkan dalam percaturan bisnis di Indonesia.

Ditemani dengan segelas gin tonic, ide-ide kreatifnya selalu bermunculan, mewarnai sepanjang perbincangan. Tidak salah kalau ia mendirikan Oh My Goodness (OMG) Creative Consulting beberapa waktu yang lalu. “Tidak ada bedanya dengan dulu. Hanya saja, kalau saya bekerja untuk perusahaan (MRA Group), kini saya bekerja untuk berbagai perusahaan, yang mengontrak saya,” kata pria kelahiran Makassar, 5 Agustus 1972 itu.

Creative consulting? “Memang banyak yang terheran-heran, karena benchmark-nya saja tidak ada, bahkan di negara maju seperti Amerika,” ujarnya sambil tertawa.

Meski tidak ada benchmark Yoris mempunyai portfolio. Ide-ide kreatifnya mampu menjadi trendsetter, salah satunya tahun 1996 yang paling fenomenal pada saat ia bekerja untuk Hard Rock Café Jakarta adalah ide “I Like Monday”, yakni pertunjukan musik pada Senin malam.

Hang out pada hari pertama kerja, yang pasti tidak biasa bagi sebagian besar orang. Tapi kita tahu, event tersebut sangat fenomenal, dan kemudian ditiru oleh banyak orang – tidak hanya dalam dunia showbiz saja.

Atas keberhasilan itulah, Yoris dipercaya untuk menduduki posisi strategis sebagai General Manager di Hard Rock Cafe Jakarta, ia juga tercatat sebagai GM termuda (26 tahun) di Asia waktu itu. Ia juga diganjar pihak lain (dari IMA, Markplus dan Majalah SWA) sebagai Indonesian Young Marketers Awards tahun 2003.

Singkatnya, dengan berbagai ide kreatifnya Hard Rock Café saat itu sempat mendapatkan berbagai penghargaan, di antaranya meraih posisi ketiga sebagai Indonesian Employers of Choice dari Hay Group dan Majalah SWA tahun 2006.

Yoris memang praktisi kreatif, dan itu ia buktikan dengan memenangkan International Young Creative Entrepreneur of the Year Awards 2006 dari British Council di London. “Project Goliath”, itulah ide si besar menolong si kecil dalam industri musik Indonesia, yang membuat ia menang.

Tidak heran, begitu ia mendirikan OMG tahun 2007, setelah 14 tahun ‘mengabdi’ untuk MRA Group, klien-klien pun berdatangan. Projek yang ia kerjakan pertama kali adalah merancang sebuah tempat meeting yang tidak biasa di fX Building di Jalan Sudirman Jakarta, yang menyebut diri sebagai “Lifestyle X’nter Urbanite Utopia”.

Ketemulah denngan apa yang dinamakan fPOD. Inilah edgy meeting hub, sebuah business center modern dan inovatif yang mengakomodasi kebutuhan para profesional dalam melakukan kegiatan bisnis di luar kantor. Desain fPOD bergaya modern kontemporer dan sangat tidak biasa. Dibuat dalam ruangan berbentuk dinamis (oval, bulat, dan kurva) dengan dinding berbentuk cangkang. Bentuknya yang sangat inspiratif ini dibuat dengan konsep seen and to be seen dengan memanfaatkan material kaca transparan untuk semua sisinya. “Selain dijadikan sebagai tempat meeting, fPOD pun bisa untuk playing games, karaoke, pameran, dan private gathering,” ujar Yoris.

Berbagai pengalaman kreatif ini dibukukan Yoris dengan judul “Oh My Goodness: Buku Pintar Seorang Creative Junkies” April tahun 2010, dan kini sudah menembus penjualan lebih dari 19.000 eksemplar.

“All children are artists. The problem is how to remain an artist once he grows up.” Ia mengutip Pablo Picasso mengawali bukunya, dan selebihnya adalah ide-ide tentang kreatif, yang enak dibaca dari awal hingga akhir. Sungguh inspiratif.

Dengan buku tersebut sebenarnya ia ingin berbagi, tapi di luar dugaan, ia pun sering didaulat untuk memberikan berbagai ceramah tentang entrepreneur ke pelbagai kota di Indonesia. Lulusan SMA Pangudi Luhur Jakarta ini kini mengisi sebagian waktunya menjadi mentor, pembicara dan inspirator berbagai workshop bertema kewirausahaan.

Kepuasan Yoris adalah ketika pengalamannya tersebut menjadi inspirasi orang lain, melakukan hal serupa meski tidak sama. Contohnya adalah Lucy Wiryono dan suaminya Afit, yang pernah ikut kelasnya, membuka Holycowsteak. Yakni, warung steak murah di kawasan Radio Dalam Jakarta, tapi kualitasnya benar-benar mereka jaga, yakni dengan memakai wagyu beef yang benar-benar empuk.

Pengalamanan adalah Guru yang Baik

Pepatah kuno tersebut masih diyakini Yoris sampai saat ini. Pun ketika beberapa tahun yang lalu ketika ia mengawali kariernya sebagai wartawan freelance di Majalah Hai saat duduk di bangku SMA tahun 1989.

“Yang tahu dunia anak-anak SMA, ya anak SMA itu sendiri,” begitu Pemimpin Redaksi Arswendo Atmowiloto waktu itu. Dan itu yang membuat Yoris pede menjalani profesi jurnalis tanpa bekal pendidikan jurnalistik.

Dari profesi sebagai jurnalis itulah yang mengantarkan Yoris bekerja untuk Hard Rock Café tahun 1993, setelah sebelumnya ia mendapat tugas liputan untuk kafe franchise dari Ameriak itu. “Sebelum ada di Jakarta, sebenarnya saya sudah tahu banget tentang Hard Rock Café,” katanya.

Kecintaan dan passion itulah yang membuat Yoris sukses berkarier di kafe milik MRA Group itu. Yoris mengawali kariernya sebagai asisten manajer untuk advertising & promotions, dan berakhir sebagai GM. Meski posisi utamanya di kafe, sebetulnya ia juga diberi tugas untuk merancang bisnis-bisnis baru di MRA Group, terutama bisnis media dan entertainment.

Tahun 1999, misalnya, ia bersama Meuthia Kasim dan Indra Safera mendirikan IP Entertainment dengan empat divisi yaitu artist management, event organizer, TV production dan training division. Salah satu prestasi IP Entertainment ini menjadi artist management eksklusif untuk pemenang Indonesian Idol tahun 2004 dan tahun 2005. Lalu ia juga menggagas Broadcast Bar (BC Bar), MTV Trax, program Destination Nowhere (program off print untuk majalah MTV). “Jadi sebetulnya saya bekerja 24 jam sehari. Tapi saya tidak merasa capek, karena saya menikmatinya,” ujarnya.

Kesibukannya yang luar biasa membuat ia “lupa” untuk melanjutkan pendidikannya di jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi Unika Atmajaya Jakarta. Oleh ayahnya ia sering ditantang untuk kuliah, tapi selalu tidak ada kesempatan, karena pekerjaannya menyita waktu dan perhatiannya.

Lagi pula, kalau hanya alasan meneruskan pendidikan yang lebih tinggi untuk meraih jabatan yang mapan, “Saya sudah mendapatkannya.” Putra pasangan Peter Nisiho dan IrenreMario Go ini memang tidak hendak memandang remeh pendidikan formal, tapi belajar dari lapangan secara praktis seperti yang di jalani saat ini, untuk seorang entreprenuer tentu lebih mengena.

70:20:10

Yoris Sebastian kini adalah full-fledged entrepreneur, sebagai Chief Creative Officer (CCO) Oh My Goodness (OMG) Creative Consulting. Ia percaya bahwa bahwa setiap bisnis adalah creative business.

Yoris tidak menyangkal bahwa menjadi entrepreneur itu tidak mudah. Apalagi, ketika menjalankan pekerjaanya, yang adalah rutinitas. Itu sebabnya ia mempunyai rumus 70:20:10. Artinya, 70 persen untuk ide-ide kreatif mencari duit, 20 persen untuk idealisme tapi masih ada unsur uangnya, dan 10 persen membuat sesuatu yang monumental, meski tidak menghasilkan uang. “Memang risky, tapi tentu membanggakan,” katanya. “Banyak orang yang tenggelam dalam pekerjaannya, sehingga hilang seperti ditelan bumi,” tambah pria berdarah Manado itu.

Makanya, ia sangat tertantang dengan berbagai pekerjaan kreatif, entah itu menghasilkan uang atau pun yang sama sekali tidak menghasilkan uang, bahkan nombok. Tapi semua yang ia kerjakan sudah ada kalkulasi bisnisnya, entah itu ketika ia menggarap idea kreatif Black Innovation bersama Djarum, menggagas konsep mal di Medan, atau pun mengerjakan proyek idealisme menghidupkan bioskop-bioskop legendaris di beberapa kota di Indonesia.

Begitulah, berkat pencapaiannya tersebut, via OMG Creative Consulting, ia memenangkan Asia Pacific Entrepreneur Award 2008 (Most Promising Entrepreneur). Tapi tentu ini bukan akhir dari sebuah pencapaian. Don’t Stop Till You Get Enough, ujar Michael Jackson. (Burhan Abe)

ME Asia, Desember 2010

Latest news

Related news