Kecantikan: Redefinisi dan Industri

TIGA minggu lebih menghilang dari Tanah Air, Sonia tampil baru. Bukan wajahnya yang kelihatan cerah dan terlihat makin muda, tubuhnya juga langsing. Eksekutif yang bekerja di industri periklanan itu memang kelihatan lebih cantik. Ditambah busananya yang lebih berani dan terbuka, ia juga kelihatan seksi.

Bukan cuma pesona ragawi. Tampang cemberutnya juga sudah hilang entah ke mana. Ia kelihatan lebih percaya diri. “Semua ini hasil liburan dari Phuket,” ungkapnya.

Berlibur? Ya, lebih tepatnya berlibur plus. Ibu dua balita ini baru saja kembali dari perjalanan ‘liburan’ ke Thailand. Phuket – juga Chiang Mai dan Bangkok – kini menjadi surga bagi kaum platinum untuk bersalin raga menjadi The Swan. Mereka dilayani bak ratu di rumah-rumah sakit swasta yang lebih mirip resor, namun dengan dokter-dokter spesialis di berbagai bidang.

Kebanyakan pasien asing berasal dari Asia, seperti Cina, Jepang, Korea, dan Indonesia, serta Eropa dan Amerika. Umumnya datang untuk melakukan bedah plastik. Orang Cina umumnya datang untuk membesarkan kelopak mata, sementara Korea, Jepang dan Indonesia umumnya untuk membesarkan payudara, sedot atau bedah lemak dan vaginoplasty­ – mengencangkan kembali organ intim wanita yang mulai kendor. Sebaliknya, banyak orang Barat yang datang untuk mengecilkan buah dada yang kebesaran hingga membuat sakit punggung.

Tapi yang ingin dikatakan di sini adalah, apa pun bisa dilakukan demi kecantikan. Di mana-mana iklan produk kecantikan menyergap kita.

Citra perempuan sekarang mungkin tak jauh dari apa yang kerap muncul di media-media saat ini; tubuh langsing, rambut panjang dan lurus, dan wajah putih mulus.

Memang, kecantikan memang punya banyak definisi, namun sepertinya maknanya tak jauh dari menggoda atau sedap dipandang mata. Ada juga yang mendefisinikan bahwa kecantikan adalah “the qualities that give pleasure to the senses”.

Yang terang, kehadiran gerai produk-produk kecantikan kini kian semarak. Tengoklah dari mulai pasar tradisional hingga pusat pebelajaan mewah yang menyesaki ibukota selalu saja menyajikan rangkaian produk terbaru. Semaraknya gerai ini  tak bisa dipungkiri karena masyarakat mulai sadar dan peduli pada penampilan termasuk cara merawatnya.

Tren industri kecantikan memang berkembang pesat di berbagai belahan dunia. Itu sebabnya, para pakar kecantikan dan pata industriawan rame-rame terjun ke sektor ini. Sebutlah L’occitane, yang bermula pada tahun 1976, di perbukitan Haute-Provence, sebuah daerah di Selatan Perancis yang terletak antara Alps dan Mediterania.

Selama lebih dari 30 tahun, ladang-ladang di Provence, tradisi dan teknik dari tanah yang belum tersentuh ini telah menjadi rahasia dan inspirasi di balik produk-produk kecantikan ciptaan Olivier Baussan, pendiri L’occitane. Produk ini telah mendapatkan inspirasinya dari art de vivre Mediteran dan teknik tradisional Provencal untuk menciptakan produk-produk kecantikan alami yang dipersembahkan untuk rasa well-being dan kenikmatan untuk menjaga kecantikan diri.

Hampir semua produk kecantikan memang mempunyai sejarah yang unik. Vera Wang, misalnya, yang dikenal sebagai fashion designer yang mempunyai karakter kuat, tidak setengah-setengah terjun ke industri kecantikan. Setelah kuat di fashion, peraih Women’s Wear Designer of The Year dari Council of The Fashion Designers of America (2005) akhirnya menggarap wewangian – yang tidak jauh dari positioningnya: mewah dan glamor.

Kita tahu, hampir semua desainer ternama sudah mengeluarkan parfum atas namanya, mulai dari Chanel, Calvin Klein, Giorgio Armani, Donna Karan, hingga Carolina Herera. Tapi tidak hanya itu, ikon-ikon hiburan pun juga ikut memproduksi parfum atas namanya, sebutlah Britney Spears, Cristina Aguilera, J-Lo, bahkan Justien Bieber. Semua menyerbu ke industri kecantikan!

Yup, tidak hanya parfum, kini, pilihan produk kecantikan dan perawatan tubuh bukan main banyaknya. Setiap pebisnis dalam sektor ini baik dalam negeri maupun luar negeri seolah-olah saling kejar-mengejar dengan target di pasar Indonesia. Tentu saja hal ini memberikan keuntungan bagi konsumen. Sebab, semakin banyak kesempatan demi  mendapatkan produk yang terbaik. Namun, tidak jarang justru bisa-bisa menyesatkan bila saat memilihnya tidak berhati-hati.

Latest news

Related news