Mobile First

Internet bakal hilang! Pernyataan mengejutkan itu datang Executive Chairman Google, Eric Schmidt di Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, pekan lalu. Ia menjawab awak media yang menanyakan masa depan situs-situs internet. Namun, pernyataan tersebut memang patut dicermati. Yang dimaksud adalah, internet kelak bukan lagi sesuatu yang luar biasa, karena manusia dan Internet akan menjadi kesatuan yang tak terpisahkan.

Manusia akan hidup dengan alat serba otomatis dan dinamis, sebagai implementasi atas konsep internet of things. Perkembangan tersebut telah dimulai dengan maraknya produksi wearable gadget dan perangkat pendukung smarthome.

Lebih jauh lagi, dunia berada di genggaman tangan sudah bukan fantasi lagi. Semua terkoneksi melalui jari-jemari. Segala hal sudah mulai bisa dikerjakan hanya dengan menggunakan ponsel, mulai mengirim uang melalui rekening bank, memesan tiket pesawat, hingga memesan taksi, bahkan menjadikannya remote control televisi.

Mobile first, itu pula salah satu topik yang mengemuka dalam Rapat Kerja Trans Media (yang terdiri dari Trans TV, Trans 7, detikcom, TransVision, dan CNN Indonesia) di Trans Resort Bali, 1-3 Februari 2015.

Dulu, ketika pertama kali internet dikenal, kecanggihan teknologi ini bisa dirasakan melalui perangkat komputer yang besar. Seiring dengan berjalannya waktu, personal computer mengalami evolusi, sehingga bentuknya menjadi semakin tipis dan mungil. Lalu kesibukan pelaku industri menuntut adanya alat yang bisa membantu menyelesaikan semua pekerjaannya, tentunya sembari beraktivitas, atau kini dikenal dengan perangkat mobile.

Pergerakan itu belum berhenti, malah semakin merangsek ke depan. Kebutuhan akan device yang dapat memenuhi keinginan pelaku industri semakin mendesak, tentu dengan tuntutan ukuran yang tak menghalangi penggunanya bergerak. Kecanggihan alat komunikasi menjadi syarat yang tak terbantahkan. Sementara sebelumnya ponsel hanya digunakan untuk berkirim pesan dan suara, kini harus bisa dipakai memenuhi keperluan penggunanya.

Perkembangan fungsi mobile device ini telah dirasakan oleh penyedia jasa game dan media sosial, seperti Zynga serta Facebook. Dalam tulisan Jay Jamison bertajuk “Web 3.0: The Mobile Era” Agustus 2012, di Techcrunch.com, dinyatakan Zynga mengalami penurunan dalam public market-nya. Masih berdasarkan tulisan tersebut, Richard Greenfield, Financial Analyst BTIG, mengatakan, “Right now, everything is going wrong for Zynga. In a rapidly changing Internet landscape that is moving to mobile, it’s very hard to have confidence these issues are temporary.”

Begitu juga dengan Facebook, yang memiliki hubungan kerja dengan Zynga. Melambatnya angka pertumbuhan penggunanya tentu menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Bukan hanya itu, melalui pengukuran daily active users dan monthly active users, kala itu diketahui jumlah pemakai media sosial milik Mark Zuckerberg tersebut menunjukkan angka yang sama.

Dalam pemetaannya, Jamison membagi perkembangan teknologi menjadi tiga era, yaitu Web 1.0, Web 2.0, dan Web 3.0, yang tengah terjadi sekarang ini. Web 1.0 adalah masa ketika konektivitas Internet mengandalkan jaringan pada raksasa seperti AOL, Yahoo, dan Google, yang menguasai masa ini. Kemudian tiba masa Web 2.0, dengan kondisi kebutuhan Internet menjadi bagian dari kehidupan sosial.

Maka media sosial pun mulai tumbuh bak cendawan pada musim hujan. Mulai Friendster, Facebook, Twitter, hingga Zynga bermunculan pada era ini. Saat memasuki era Web 3.0, segala sesuatu bergerak dengan real-time. Hal ini dapat dilihat pada koneksi ketika melakukan panggilan video, gambar yang dihadirkan tak putus-putus dan tidak freeze lagi. Namun tidak berhenti di situ, konon, kini sedang dikembangkan teknologi gadget bernama supercomputer, yang dapat memenuhi semua kebutuhan akan koneksi mobile yang diminta.

The future is already here, it’s just not evenly distributed,”  kata William Gibson, penulis novel asal Amerika Serikat.

Sumber: MALE Zone by Wit Prasetyo, MALE 119 

Latest news

Related news